Kamis, 06 Januari 2011

Ahai,, apa ini,, apa?

Yah, hari ini adalah hari pertamaku masuk ke sekolah SMA 33 Yogyakarta, SMA terfaforit di kotaku yang memiliki segudang prestasi dari yang akademik sampai yang non akademik. Aku masuk kesini dengan susah payah setelah melewati tes yang lumayan sulit, dan aku berhasil diterima dengan peringkat ke-13, yah nomor 13 nomor yang biasa dianggap sial oleh sebagian orang yang gak tau juntrungannya, malah memberi keberkahan buatku.
“Sah, kamu masuk kelas satu apa?” tanya Iwim.
“Kelas 1D, kamu kelas satu apa?” Isah balik tanya.
“Aku sih masuk kelas paling TeOPe BeGeTe, kelas 1A, kelas yang katanya The Number One?” kata Iwim sok bangga.
“ lho, kok kamu tahu kalu kelas 1A adalah kelas yang top, kamukan belum pernah ngrasain, apalagi kamu kan belum pernah masuk kekelasmu?” tanya Isah penuh selidik.
“ Memang sih aku belum pernah masuk ke kelas, tapi menurut Mbakku yang pernah sekolah disini tuh gitu, anaknya pinter-pinter, cowoknya cakep-cakep and yang ceweknya so pasti gak kalah cakep termasuk aku” kata Iwin sambil menepuk-nepuk dadanya berlagak kaya cewek tercakep aja.
Memang Iwin anaknya cantik, aku yang dulu se-SMP dengannya pun gak bisa mungkiri kalau dia adalah cewek paling cakep se-SMP 1 Galur tapi kalau di SMA ini aku gak terlalu ngeh kalau dia masih jadi cewek tercakep he…he… Selain itu dia cerdas dan baik banget, soalnya dia adalah sahabatku di SMP dulu. Tapi sekarang kita harus pisah kelas. Memang sebagian orang kalau pisah kelas gak masalah kalau emang sahabat sejati, tapi kalu aku gak taulah apa aku bisa melewati hari-hariku di kelas 1D tanpa dia. Dan aku harus duduk sama siapa? Ada gak ya, yang mau bangunin aku kalau aku ketiduran di kelas? And masih banyak lagi pikiran yang manggung dikepalaku. Oh..puciiiiing..
“Heh, Sah kok nglamun sih, udah dulu ya aku mau masuk kelas yang TeOPe BeGeTe dulu, dah Isah, sampai jumpa nanti ya?” kata Iwin bersemangat seperti mau lihat konsernya PETERPEN aja. “I AM COMING MY BEST CLASS” kata Iwin dengan lantangnya hingga hampir seluruh orang yang ada di sana melihat dengan sorot mata bingung bin kaget. Kalau aku sih gak kaget karena dia tuh selain cerdas, pinter, cantik, dia tuh punya mulut yang CEMPRENG alias kalau bicara tuh waton ceplas-ceplos dan PeDenya itu lho gak ketulungan.
Aku meneruskan perjalananku menuju kelas 1D yang berada nan jauh diatas sana, di lantai 2. Sambil berjalan menuju ke kelas aku bertemu dengan wajah yang sebagian besar asing bagiku. Apalagi dulu sewaktu ada di SMP aku tuh gak begitu suka gaul membuang waktu melototian atau ngegosipin cowok, banyak waktu aku habiskan dengan baca buku dikelas, pergi ke perpus atau pergi ke kantin dengan Iwin, Gita, and Gina. Dan kalau sehabis pulang sekolah biasanya aku latihan basket sama tiem basket putri atau sama Iwin (but Iwinnya jelas cuma nonton aja) kalau aku ajak, mesti alasanya “Ah, aku udah lumayan tinggi kok! So aku gak perlu loncat-loncat kaya kelinci.” Hu..konyol banget gak sih. Tapi kalau aku lagi tanding dengan team basket cowok pastilah Iwin orang paling rajin nyeponsori aku. Teriak-teriak ndukung teamku, tapi matanya jelalatan cari mangsa musuh. Huh.. Iwin..Iwin.
Tapi yang paling membedakan aku dengan Iwin adalah dia tuh RATUnya gaul yang suka pakaian feminim sedangkan aku lebih suka pakaian yang simpel jeans dan kaos, aku lebih suka tampil seperti itu. Gak taulah kenapa? Tapi menurutku itu nyaman buatku.
Pernah suatu kali pas masuk di kelas satu, aku tanya sama Iwin kenapa mau duduk sebangku denganku dan mau berteman denganku. Apa coba jawabnya. Katanya aku tuh orangnya baik. Simpel banget kan. Jadi sejak saat itu kami resmi sahabatan. Kalau kami pulang sekolah hampir setiap hari bersama, begitu juga kalau berangkat. Tapi kalau dia ada rapat OSIS aku biasanya pulang dengan Gina, dan Gita atau Cici adik kelasku plus sepupuku. Selain Iwin, sebetulnya aku punya 2 sahabat lagi. Tapi sayangnya mereka gak seberuntung kami, mereka gak diterima di SMA ini. Dan mereka memutuskan untuk sekolah di Bandung. Mereka adalah saudara kembar yang sangat identik untuk raut wajah tapi jangan tanya kalau sifatnya jauh beda bo… Kalau Gita orangnya tuh kutu buku kaya aku (bukan buku pelajaran lho..but..novel, komik dan sebangsanya) tapi kalau soal pakaian dia sangat feminim kaya Iwin. Sebaliknya yang namanya Gina dia tuh kembaranya Iwin banget, kale Iwin ratunya gaul, Gina tuh selirnya gaul he..he..
“Buk…” tiba-tiba ada bola mampir di kepalaku.
“Pusing…. tiba-tiba ada banyak kunang –kunang berada di depan mataku trus gelap dan bruk, aku gak tahu apa yang terjadi”
“Hm…hm…” Isah mulai sadar
“Kenapa aku di sini, kamu siapa, aku di mana?” cerocos Isah gak berhenti.
“Maaf, tadi kepalamu kena bola basket dan pingsan, kamu sekarang ada di UKS” kata mbak yang menjagaku.
“Maaf , saya harus ke kelas nanti kak pembimbing marah kalau saya gak ikut MOS” kata Isah sambil bangkit dari tempat tidur.
“Eh..apa kamu udah baikan?” kata mbak yang ramah itu.
“Udah kok mbak, boleh saya pergi, dan terima kasih udah nolongin saya!” kata Isah sambil branjak meninggalkan temapt tidur.
“Oh..iya nama saya Lisa, kamu siapa?’ tanya mbak itu ramah dan bersahabat.
“Saya Isah kelas 1D”
“Mau saya antar ke kelas Dek Isah! kata Mbak Lisa dengan senyum.
“Ya, kalau mbak gak keberatan” jawab Isah.
Akhirnya aku dan Mbak Lisa kenalan dan ngobrol ngalor ngidul sambil jalan menuju ke kelasku. Padahal aku baru berkenalan dengannya beberapa menit yang lalu tapi kok bisa langsung akrap ya. Biasanya aku tuh kalau ketemu orang tuh susah akrapnya. Tapi kalau sama mbak Lisa kok beda ya, langsung kaya temen aja. Memang mbak Lisa yang ramah dan bersahabat enak diajak ngobrol. Ternyata yang bawa aku ke UKS bukan Mbak Lisa, tapi orang lain. Katanya Mbak Lisa, dia anggota PMR, jadinya dia yang nungguin aku. Waktu aku tanya siapa yang bawa aku ke UKS. Mbak Lisa geleng kepala gak tau. Akhirnya sampai juga aku di kelas 1D yang aku impikan semalam.
“Udah dulu ya Dek Isah, saya masih ada urusan!” kata Mbak Lisa.
“Makasih ya Mbak, udah mau ngantar saya ke kelas dan tadi udah jagain saya waktu pingsan!” kata Isah sebelum masuk ke kelas.
Sesampainya di kelas Isah memandang ke ruangan kelas yang udah banyak orang. Ada senior yang udah siap pasang muka sok aksi di depan kelas. Tapi yang Isah pikirkan adalah dengan siapa dia duduk. Dan hanya ada satu bangku kosong yang memang adalah jatahnya. Dan yang lebih gawatnya sekarang udah jam 07.20, itu artinya dia terlambat masuk kelas karena tadi pingsan. Celaka! Pasti dapat omel deh! pikir Isah.
“Permisi Kak, maaf saya terlambat…”
“Kenapa kok bisa terlambat, kesiangan ya, tadi malam kluyuran ya atau malah nongkrong cari om-om” bentak senior yang berambut cepak kaya tentara dengan muka sok-sokan.
“Kontan aja 7 senior lainnya ketawa ngakak”
“Begini kak, tadi saya ping….”
“Kamu tapi habis pingpong ya, kok nggak ngajak-ajak” masih kata senior yang berambut cepak kaya tentara mau perang.
“Atau malah kamu emang sengaja datang terlambat, biar dapat perhatian atau malah…”
“Udah-udah sana duduk” kata senior yang berambut agak panjang kaya Tou Ming Tse.
“Rese amat sih, mentang-mentang senior! Bentak-bentak aja. Awas kamu!” kata Isah dalam hati.
“Akhirnya bisa duduk juga” Isah menggumam sambil memasukkan tasnya ke laci meja.
“Boleh kenalan, nama saya Isah, kamu siapa?” tanya Isah basa-basi.
“Saya Sina, senang bisa duduk denganmu Isah” kata Sina sanbil tersenyum.
“Sekarang, karena sudah jam 07.30 sesuai jadwal kita pergi ke lapangan. Untuk memudahkan pengawasan kita bagi 8 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang siswa. Dan kelompoknya kita akan undi.” kata senior perempuan berambut sebahu dengan bandana pink bergambar ‘Hello Kitty’ panjang lebar.
Aku dapat undian nomor 6. Satu kelompok hanya aku dan Sina yang cewek lainnya cowok. Ada Inang yang berambut jabrik, Kunto yang keriting tapi ok, dan iwan yang rambutnya lurus bin tebel kaya aktor iklan sampo.
“Semua udah ngumpul sama kelompoknya. Kalau udah nanti tiap kelompok akan dibimbing oleh 2 senior. Masing-masing kelompok harus menuruti apa kata senior dan kalau membantah akan dapat hukuman yang setimpal. 8 senior lagi akan mengusul. Dan yang terpenting kalian harus membawa tas yang berisi alat tulis, makan siang yang berlaukkan tempe seperenam, tahu seperlima, telur sepersepuluh, belut goreng dua pertiga, dan nasi 111 gram. Kalau kalian ketahuan ada yang salah membawa atau tidak membawa sama sekali, tunggu saja sanksinya. Oh..,sampai kelupaan, sekarang kalian harus memakai sleyer yang kalian sudah siapkan. Nanti tunggu aba-aba dari senior yang udah dibagi tiap regunya.”
“Kelompok satu berangkat, dan hapalkan sandinya. Tiap senior bilang SMA 33 kalian harus bilang secara kompak ‘YES YES AKU SENENG SEKOLAH NENG SMA 33’ ingat itu.” kata senior kelompok satu.
“Kelompok enam, hapalkan sandinya tiap senior bilang SMA 33, kalian harus bilang ‘YO YO AKU SENENG NENG SMA 33 YO….YO….CIHUIIII.’ lets go.” Kata senior berambut cepak yang sok-sokan tadi.
“Aku ada di barisan nomor dua setelah Inang, karena urut abjad katanya dan jalannya harus tegak gak boleh tengok kesamping ataupun ke belakang, perut disimpan, dada dibusungkan pandangan mata kedepan, kaki dihentakkan. Kaya mau lomba tujuh belasan aja.”
“Setelah susah payah jalan dengan sedemikian rupa, akhirnya sanpai juga di tempat yang diinginkan senior. Di samping ruang PMR yang ada pohon jambu yang sedang berbuah lebat ehm..ehm..lezat nih.” kata lidah Isah tak sabar ingin merasakan jambu air yang merah-merah, mengundang air liyur.
Entah ada di mana kelompok lain kok nggak ada yang kelihatan batang hidungnya. Hanya kami berlima dan 2 senior cowok.
“Tugas pertama yang harus kalian lakukan adalah buat puisi yang bernuansa politik lima menit, puisi cinta tiga menit, dimulai dari sekarang”
“Satu menit belum pada ada yang nulis, dua menit tiga menit….tujuh menit, teng!”
“Sekarang kalian harus baca puisi kalian di tempat yang tak lebih dari setengah meter dari hadapan kami. Baca puisinya berurutan dari barisan pertama, kedua,..dst.”
Inang maju dengan gemeteran, tangannya yang memegang kertas tampak bergetar hebat kaya melihat hantu disiang bolong.
“Celaka! Sekarang giliranku mana kertas masih kosong lagi!” kata Isah dalam hati.
“Ayo kamu yang suka nungguin om-m, ayo cepet, atau mau pus up 20 kali.” Kata senior yang berambut cepak yang ternyata bernama Tio.
“Akhirnya aku baca juga walau sebenarnya gak ada tulisan di kertas’
“Andai aku tau siapa sebenarnya engkau
wahai manusia..
atau..
siapa sebenarnya engkau..
yang selalu….
Membuat kami lapar…
Siapa engkau sebenarnya…
Presidenkah, DPRkah, ..
Atau malah kami sendiri yang membuat diri kami jadi begini…
Atau malah engkau adalah jin politik yang yang menyamar jadi uang atau…”
“Udah..udah.. gak puitis amat jadi orang, kaku, sekarang ganti puisi cinta.”
“Sudah lama nian hamba merindukanMu
Merindukan kasih sayangMu
Ingin rasa hamba melihat wajahMu
Wajah yang tak akan pernah bisa hamba lihat selama ini…..”
“Aduh, udah …sana kebali aja ke barisan, maksudnya tuh gimana sih bikin puisi aja kok gak ada yang bisa.”
Sampai akhirnya hanya Iwan yang bisa baca puisi lancar walau cuma pakai selembar kertas yang tak ternodai setitikpun, because dia hapal sama lagunya Bang Iwan Fals yang terkenal sama kritikannya yang pedas sama negara kita, tapi baru aja sebaris lancar otomatislah langsung distop, lha lagunya Bang Iwan kan lagi ngetop otomatislah ketahuan kalau nggak buat. So, kami dapat hukuman karena gak ada yang becus bikin puisi atau malah gak bikin puisi..he..he..termasuk aku.
“Pus Up 20 kali, mulai dari sekarang”
Baru pus up lima kali aja, aku lihat Sine udah pucat kaya mayat. Gawatnya lagi Inang pus upnya gak karuan. Mungkin karena badannya yang endut membuatnya gak bisa bangun-bangun. Kalau aku sih gak masalah. Kalau cuma pus up 20 kali sih kecil. Paling-paling badanku agak sedikit berkeringat. Yah, karena aku jagoannya Taek Wondo. Aku memang udah belajar Taek Wondo sejak kelas 4 SD. Dan sekarang aku sudah bersabuk merah mungkin dua bulan lagi, kalau lulus aku udah bisa bersabuk hitam. Awalnya aku masuk Taek Wondo karena dulu, aku sering dikerjain sama anak cowok. Dan dari saat itu aku minta pada papa agar aku dimasukkan ke tek wondo. Dan wo…cau...wo...cao... Semua anak cowok jadi bawahanku. Dan sejak itu pula aku jadi tomboi karena aku gak punya teman, selain teman cowok.
“BRUK…” Sine pingsan.
Kontan aja para senior kaget. Apalagi senior, temannya Tio. Namanya Gugun. Wajahnya malah jadi pucat. Langsung aja Gugun lari ke ruang sekertariat. Dan beberapa menit kemudian datang lima orang senior membawa kotak P3K. Setelah 5 menit dilakukan penanganan medis. Sine gak bangun juga. Akhirnya, Sine dibawa ke UKS dengan di gotong 2 senior.
Dan posisi Gugun langsung diambil alih oleh kak Lucy namanya karena Gugun kelihatan ketakutan. Dia ternyata adalah ketua OSISnya SMA 33. Lucy menyuruh Tio, untuk gak usah ada pus up pus up-an lagi karena tadi udah ada tiga cewek pingsan pas pus up.
“Sekarang kita lanjutkan…berdiri semua”
“Acara selanjutnya adalah PBB(Pelatihan Baris Berbaris) untuk langkah awal menyiapkan Pawai Tujuh Belasan yang biasa diadakan tiap bulan Agustus. Kalian nanti yang bisa baris-berbaris dengan baik akan masuk kedalam TONTI (Pleton Inti) yang terdiri dari siswa kelas satu putri maupun putra. Bisa masuk kedalam TONTI biasanya ada kebanggaan tersendiri karena yang bisa masuk TONTI hanya siswa yang bisa memenuhi kreteria yang cukup sulit. Dan nanti para siswa yang terpilih tersebut akan di bimbing oleh Dewan Tonti SMA 33.” kata senior Lucy panjang lebar.
“Nah, kalian yang tinggal berempat nanti bergabung dengan siswa yang lain, tapi sebelumnya kami selaku senior kalian akan mengajari dasar-dasar baris-berbaris. Apa yang dimaksud balik kanan, balik kiri, dan bagaimana sebetulnya posisi siap yang benar dan yang lainnya nanti kita akan pelajari.” masih kata senior Lucy yang kayaknya sih baik hati ketimbang Tio yang suka bentak-bentak.
“Tapi sebelumnya kalian boleh minum dulu sebelum acara dimulai. Tapi kalian hanya boleh minum minuman yang kalian bawa sendiri dan gak boleh minta sama teman yang lain. Acara minum-minum hanya lima menit. Kalau ada yang gak bawa silakan maju ke depan dan minta minum dengan kak Tio”
Inang yang udah ngampet ngelak dari tadi langsung aja glek..glek..setengah botol aqua satu literan pun masuk kedalam perut buncitnya. Kunto juga udah minum sedikit, Iwan juga sudah minum. Tinggal aku sendiri yang belum minum.
“Kok gak minum, gak haus ya..?”tanya Iwan.
“Haus sih haus, tapi kok aquaku gak ketemu-ketemu juga, apa jatuh ya. Tapi kalau jatuh, jatuhnya dimana.”Isah sibuk mengaduk-aduk isi tasnya.
“Nih minum aja punyaku, aku udah gak haus lagi kok” Iwan menyerahkan botol minuman pada Isah.
“Gak usah, nanti kamu dimarahi senior” jawab Isah masih mencari-cari botol aqua di tas ranselnya.
“Gak apa-apa kalau cuma dimarahi senior, gak akan bikin mati kok kalau cuma dimarahi senior” kata Iwan sambil senyum.
“Gak bakalan mati sih, tapi kan bikin hati keki” jawab Isah dengan guyon.
“Kalian itu, wong lagi digenjleng sama senior kok masih bisa-bisanya bercanda.” Komentar Kunto yang sejak tadi diam membisu.
“ Gak apa-apakan, lagian seniornya aja lagi asik ngobrol di dalam ruang PMR, mana dengar kita ngobrol.” Kata Isah.
“Iya juga sih” kata Inang nimbrung. Dan mereka pun ngobrol sambil ketawa-ketiwi.
“Heh, kalian tuh diberi dispensasi waktu lima menit untuk minum kok malah ngobrol, gak tahu berterima kasih” kata Tio judes.
“Sekarang kalian tunjukan kepada kami botol minuman yang kalian bawa dan taroh di bangku depan ruangan PMR, cepet..?”
Kontan aja Tio mlototin Isah yang lupa bawa botol minuman.
“Heh, kamu yang gak bawa botol minuman kesini” Tio melotot kearah Isah.
Isah pun berjalan mendekati Tio yang ada di bawah pohon jambu.
“Apa kamu gak haus, kok gak bawa botol minuman” tanya tio galak.
“Tadi sih kayaknya bawa, tapi waktu mau minum, botolnya gak tahu raip ke mana.” Jawab Isah sambil menatap matanya Tio yang sejak tadi melotot melulu.
“Apa kamu kira aku gak berani natap kamu apa.” Kata Isah membatin.
“Heh, kamu ini sama senior kok berani.” kata Tio masih dengan judesnya. Padahal dalam hati kecinya Tio kaya jatuh ke jurang karena ada junior yang berani nglakuin hal yang kaya gitu.
“Ternyata cewek tomboi ini berani juga. Tunggu tanggal mainnya cewek tomboi!” kata Tio lirih.
“Lucy, aku beri anak ini pelajaran tambahan dulu ya, nih cewek gak bawa minum. Trus kamu lanjutin aja PBBnya. Biar nanti kalau udah selesai aku beri pelajaran tambahan dia nyusul.” kata tio sedikit berteriak.
“Ya, tapi jangan sampai pingsan dan jangan pakai kekerasan, ingat itu” kata Lucy serius.
“Ok, friend..” jawab Tio cengar-cengir.
“Mati aku…mati aku….” kata Isah dalam hati.
“Siapa namamu?”
“Isah..”
“Bego nama lengkapmu..”
“Isah…”
“Masa nama kok cuma sekata, nama apaan itu, mau bohongin aku ya,. Mana kartu pelajarmu?”
“Kan belum dibagikan, lagian satu hari aja belum ada di sini, masa udah punya kartu pelajar” jawab Isah sewot.
“Maksudku kartu pelajar SMP” kata Tio ngeles.
Isah pun mengeluarkan dompetnya. Kemudian mengambil kartu pelajar yang terselip dibelakang fotonya bersama lelaki yang kira-kira 5 tahun lebih tua darinya.
“Nih, kalau gak percaya..” Isah menyerahkan kartu pelajarnya pada Tio.
Tio pun membacanya, nama Isah. Tanggal lahir 20 Juli 1991. Alamat Jl. Letjen Suprapto No 67 Yogyakarta.
“Hm..ya aku percaya sekarang” Tio tersenyum licik setelah membaca kartu pelajarnya Isah.
“OK, tugas pertama buatmu yaitu kamu besok harus buat surat pernyataan yang berisikan bahwa kamu tidak akan mengulangi perbuatanmu itu lagi dalam kertas ukuran HVS dan diberi sampul berwarna metalix, setebal 20 halaman ditulis pake tangan, gak boleh pake komputer atau yang lainnya, dan harus diserahkan kepadaku di ruang OSIS dekat lapangan basket jam 06.00 tepat. Aku gak suka kamu besok datang terlambat, karena aku orangnya on time, ingat itu. Dan kalau kamu sampai terlambat kamu harus buat surat pernyataan setebal 40 halaman."
“Sekarang kamu harus mengelilingi lapangan basket itu 10 kali, karena tadi waktu push up terjadi insiden temanmu pingsan seagala dan gak diterusin maka anggap aja lari mengelilingi lapangan adalah gantinya push up, karena aku yakin keliling lapangan 10 kali gak ada apa-apanya buatmu dan gak akan membuatmu pingsan. Dan setelah itu kamu boleh kembali ke kelompokmu. Mudahkan bagimu, gadis tomboi…..”kata Tio licik penuh kemenangan.
“ Hm…” jawab Isah dan langsung berlari mengelilingi lapangan.
“Ah, kecil juga hukumannya cuma kelilingan lapangan” pikir Isah
Delapan putaran. Sembilan putaran. Wajah Isah mulai kaya kepiting rebus. Dan akhirnya sepuluh putaran. Tenggorokannya kering. Kepalanya terasa agak berat.
Akhirnya Isah pun selesai mengelilingi lapangan dengan keringat yang membasahi bajunya. Terutama dibagian bada dan punggung. Dan wajahnya merah padam karena kepanasan. Maklum sekarang kan jam 10. Apalagi lagi musin kemarau, panasnya ‘aduh’ gak usah ditanya, panas banget.
“Yah, pelajaran untuk hari ini cukup” kata Tio.
“Nah, ini untuk kamu…” Tio menyodori Isah sebotol air mineral.
“Gak usah…ngh..ngh…” Isah menjawab dengan jengkel dan sok-sokan sambil ngos-ngosan. Padahal dari tadi pagi Isah belum minum apalagi sarapan, karena kesiangan bangun. Dan Isah pun berlari menuju kelompoknya. Tio melihatnya dengan heran.
“Dikasih minum kok gak mau. Nanti dehidrasi….” belum selesai Tio ngomong. Tiba-tiba, “Bruk..”. Isah pingsan. Kontan aja kelompoknya, Lucy, dan Tio kaget. Tio tiba-tiba langsung lari menghampiri Isah, disusul Lucy, dan kelompoknya.
“Sah, bangun..tidur kok dilapangan!” kata Tio dengan sikap sok acuh padahal sebenarnya dia cemas, sampai wajahnya pucat. Lucy pun menepuk-nepuk pipi Isah, tapi Isah tak kunjung bangun.
“Kamu, sih..udah aku bilangin, kalau memberi pelajaran tuh jangan sampai buat junior pingsan. Cepat kamu bawa tuh, Isah ke UKS atau ke ruang PMR terserah. Kamu kan ketua PMR. Kalau bisa usahain sebelum jam sebelas kamu harus berusaha agar dia siuman. Karena nanti ada pemilihan tonti dan kasihan dia kalau sampai gak kepilih karena dia kayanya punya postur tubuh yang memenuhi kriteria. Dan jangan sampai Bapak Kepala sekolah dan anggota OSIS lainnya tahu, karena tadi udah ada 5 orang yang pingsan” Kata Luky.
“Dan kalian yang tinggal bertiga ikuti aku menuju lapangan gabung dengan siswa yang lain untuk latihan baris-berbaris”.
Tanpa ba..bi..bu..Tio membopong Isah ke PMR. Tio milih membawa Isah ke ruangan PMR karena jaraknya yang dekat dan takut ketahuan kalau ada siswi lagi yang pingsan gara-gara dia.
Tio pun mengobati Isah dengan semua kemampuan yang ia punya selaku ketua PMR. Dari menyediakan minum dekat tempat tidur Isah, untuk jaga-jaga kalau nanti Isah sadar sampai mengambil minyak kayu putih untuk dioleskan ke hidung Isah agar cepet sadar. Setelah 15 menit pingsan. Isah pun tersadar.
“Kok, gak ada orang, dimana aku, hm…ini apa?”
Isah kemudian membaca kertas yang ada di samping gelas.
“Kalau sudah siuman. Minum aja air putih yang ada dimeja. Dan kalau kamu berminat ikut seleksi tonti putri, kamu datang aja ke lapangan jam 11.00.Semoga cepat sembuh”
Pasti yang nolongin aku tadi Kak Lucy. Emang baik banget sih dia. “Thanks ya” ucap Isah dalam hati.
“Oh, iya ada seleksi Tonti, ikut ah. Pasti aku bisa lolos. Dulu aku kan aggota Tonti juga waktu di SMP.”
Isah pun meminum air putih yang ada di atas meja. Sambil melihat jam.10.55. masih ada waktu. Setelah merasa baikan Isah kemudian berjalan menuju lapangan untuk ikut seleksi.
Sesampainya di lapangan. Isah melihat sudah banyak orang yang mau ikut seleksi. Memang suatu kebanggaan tersendiri bisa masuk Tonti. Dulu sewaktu kelas 2 SMP Isah sebenarnya gak minat banget ikut jadi Tonti. Siang-siang harus berpanas-panasan latihan. Salah sedikit aja push up. Tapi karena Iwin yang maksa banget kalau Isah harus ikut seleksi Tonti, buat nemani Iwin yang saat itu lagi ngincer ketua OSIS yang juga ikut Tonti. Akhirnya Isah pun ikut dan masuk jadi Tonti. Jangan tanya Iwin masuk atau gak. Iwin pastilah langsung bisa terpilih. Selain cerewetnya yang gak ketulungan dia tuh orangnya jago kalau masalah baris- berbaris. Suaranya yang lantang menjadikan dia terpilih menjadi ketua Tonti putri. (Tapi malamnya sehabis latihan, Iwin selalu luluran, maskeran, pake pemutih, pelembut wajah dan masih banyak lagi perawatan tubuh yang Iwin lakukan agar wajahnya gak gosong. So, jadilah Iwin komandan Tonti yang cantik)
“Heh…aku udah cari kamu kemana-mana, taunya di sini to.” Kata Iwin.
“He.eh..”jawab Isah agak sedikit kaget.
“Kamu ikut seleksi Tonti kan?” tanya Iwin.
“Iya, kalau kamu pasti ikut juga kan”
“Ya iyalah. Di sinikan Dewan Tonti cowoknya cakep-cakep.”
“Lho, kok kamu bisa bicara gitu. Apa kamu udah tahu mana Dewan Tonti SMA 33”
“Ya, belum tahu juga sih, tapi kalau menurut pengamatanku. Bisanya kalau Tonti kan postur tubuhnya tinggi-tinggi. Lihat aja cowok-cowok yang duduk di depan ruang OSIS. Pasti mereka Dewan Tonti SMA 33.” Kata Iwin sambil menunjuk segerobolan cowok-cowok yang sedang ngobrol dan berambut cepak.
“Rambut cepak” kata Isah lirih karena kaget melihat Tio berada dalam gerobolan yang dimaksud Iwin.
‘Perhatian, buat siswa-siswi yang ikut seleksi tonti diharap kumpul di lapangan. Segera. Dan buat yang tidak ikut seleksi boleh pulang. Dan untuk besok para siswa diharap datang ke sekolah tepat pukul 07.00. Karena Mosnya cuma dua hari. Hari ini dan besok. Besok kalian semua di harap membawa seperti yang dibawa tadi. Dan pulangnya mungkin lebih siang dari hari ini karena besok akan ada pentas seni.’ Terdengar uraian panjang lebar yang disampaikan melalui microfon.
“Heh, kamu besok berangkat bareng sama aku kan” tanya Iwin sambil berjalan agak cepat dari Isah menuju lapangan.
“Sorry, besok aku gak bisa bareng. Besok aku ada tugas yang harus diserahkan jam enam tepat” kontan aja Iwin terhenti langkahnya dan menatap Isah.
“Emang tugas apaan!”
“Enggak, cuma tugas buat penyataan”
“Pernyataan, apa?” tanya Iwin sambil melanjutkan jalannya.
“Pernyataan gak akan mengulangi perbuatan yang tadi”
“Perbuatan apa! Apa kamu tadi berkelahi sama senior?”
“Enggak, aku tadi hanya mlototin senior, udah gak betah lihat tampangnya yang sok-sokan”
“Huh, kamu tuh ya. Udah aku bilangin jangan galak-galak jadi orang. Seperti aku dong, feminim.” Iwin berjalan berlenggak-lenggok sambil matanya berkerling nakal.
“Sudah lengkap semua” teriak Dewan Tonti (DK).
“Sudah” jawab siswa serempak.
“Hitung, mulai….”
“Satu..dua..tiga…”
“Untuk Tonti Putri atau putra masing-masing hanya akan diambil 20 siswa. Maka kalian harus sungguh-sungguh jika ingin masuk Tonti.”
“Bisa masuk gak ya” kata Isah mulai ragu, karena yang ikut seleksi banyak banget.
Iwin yang berdiri di sebelahnya malah sedang asik mencari-cari pandang kearah DK putra.
“OK..langsung saja seleksinya dimulai. Buat pleton masing-masing 10 orang. Cepet. Satu..dua… Kalau semua udah dapat pleton. Sekarang tiap pleton akan dites kemampuan mental dan fisik oleh dua orang DK. Besok seusai pentas seni pengumumannya akan ditempel di ruang OSIS.”
“Ambil alih komando untuk pleton 5.”
“Siap grak...”
“Hadap kanan grak…”
“Belok kanan grak….”
“Kosentrasi Dek…yang merasa salah ambil konsekuensi push up satu seri dibelakang barisan. Cepat.”
“Istirahat ditempat grak….”
“Untuk perhatian…”
“Siap..” jawab siswa serempak termasuk Isah dan Iwin.
“Kalian sekarang boleh santai” kata DK
“Di antara kalian bersepuluh sudah terpilih siswa yang akn jadi anggota Tonti putri. Kami harap bagi yang tidak terpilih bisa menerima dengan lapang dada dan buat yang terpilih harus tetap jaga stamina dan jangan sombong.” Urai DK panjang lebar.
***
“Ah, akhirnya sampai juga di rumah” kata Isah sambil meletakkan tasnya di sofa.
“Gimana Mos pertamanya Sah?” tanya Surya kakak Isah satu-satunya.
“Mas Surya kapan pulang, kok gak beritahu Isah dulu.” Teriak Isah sambil memeluk Mas tersayangnya yang baru pulang dari Bandung.
“Yah, kalau Mas beritahu nanti gak surpries dong!” kata Surya sambil mencubit hidung adiknya yang mancung.
“Tapi setidaknya, Isah bisa siapin guling yang banyak dulu kan…”kata Isah sambil tertawa.
“Buat apaan…” Surya bingung.
“Yah, buat mukulin Mas” kata Isah tertawa.
“Alah, kamu tuh ye. Udah SMA lho masih aja kaya anak SD. Nanti gak ada cowok yang ngelirik lho. Trus jadi prawan tua deh…” balas Surya.
“Alah mas aja gak pernah dapat cewek. Ditolak melulu…” balas Isah
“Heh, jangan salah. Bukannya Mas yang selalu ditolak tapi Mas yang nolak. Belum ada yang cocok.” Kata Surya ngeles.
“Oh, iya hampir kelupaan. Mas tadi bawa oleh-oleh buat kamu!”
“Apaan… mana oleh-olehnya?” kata Isah gak sabar.
“Bentar…” Surya mengeluarkan sebuah buku dari tasnya.
“Harry Potter…seri 6” kata Isah seneng. Maklum Isah memang fans setianya J.K. Rowling. Dan Isah memang mengoleksi Harry Potter dari seri pertama. Tapi, karena kelas tiga kemarin Isah harus belajar untuk menghadapi UAN. Ibunya melarang dia beli buku bacaan baru. Agar belajarnya gak keganggu. Apa coba hubungannya!
“Thanks..ya..Mas”
“Yoi, apa sih yang gak buat adikku yang jelek ini..”
“Woi…apa Mas tadi bilang!”
“Ah..enggak kok”
“Ayo makan dulu, ibu udah buatkan makanan kesukaan kalian. Tempe mendoan, Ikan bakar sama sambal trasi!” kata Bu Trisno.
Makanan kesukaan mereka memang Tempe Mendoan sama sambal trasi. Kalau ada sambal trasi dan Ikan bakar Surya dan Isah bisa tambah berkali kali. Kalau tempe mendoan, mereka bisanya suka kalau memakaanya panas-panas sambil diolesi sambil trasi. Sekali makan mereka bisa menghabiskan sambal satu mangkok. Tapi habis itu perut mereka suka gak bisa diajak kompromi. Ya, jadilah mereka berlomba-lomba masuk WC. Tapi mereka sangat menyukai masakan tadi terutama bila Ibunya yang masak. Ibunya sih udah berulang kali mengingatkan. ‘Jangan banyak-banyak sambalnya’ tapi mereka memang sudah terlanjur ngeces kalau udah lihat sambal. So, Ibunya yang mengontrol mereka. Ibunya hanya membuat sambal Trasi kalau pas hari libur atau pas mereka bisa kumpul bersama. Tapi mereka orang Jogya tulen lho. Bukannya orang Lombok ataupun Padang.
***
“Dari tadi Mas yang cerita terus. Gimana Mosnya Pasti seru!” tanya Surya yang dulu juga mantan anggota OSIS, Tonti, Ambalan dan PMR sewaktu di SMA 33.
“Seru-seru apaan, seniornya galak sadis nyebelin apalagi yang namanya Tio….”Isah jadi teringat sesuatu.
“Ada apa dengan yang namanya Tio, dia sadis banget ya, atau keren. Kerenan mana sama Masmu ini….” Surya terhenti saat wajah Isah berubah jadi masam.
“Kenapa, kamu Sah?”
“Jam berapa sekarang Mas!”
“Sebelas kurang seperempat. Emang ada apaan sih..?” tanya Surya bimgung.
“Hah, jam sebelas kurang seperempat!” teriak Isah histeris.
“Apa, kamu belum sholat Isa’ kalau belum sholat, masih panjang kok waktunya. Kalau Mas sih udah dari tadi sholatnya.”
“Enggak, Isah udah sholat kok. Tapi Isah baru ingat kalau besok pagi Isah harus ngumpulin Surat Pernyataan setebal 20 halaman tulis tangan sampul metalix.” Jawab Isah.
“Surat pernyataan apa sih, kok harus ditulis tangan segala kan udah gak jaman. Pasti kamu tadi nantangin senior ya..” kata Surya penuh selidik. Isah pun menceritakan apa yang terjadi tadi siang.
“Mas, anterin Isah beli sampul ungu muda dong!” kata Isah sambil memelas.
“Gak mau, itu kan salah kamu sendiri, kenapa kamu tadi gak beli aja sewaktu pulang sekolah. Ini tuh udah malam, udah mau pagi. Apa masih ada toko buku yang masih buka kalaupun ada pasti gak ada yang jual sampul warna metalix?”
“Mas…please ..please..tugasnya harus diserahkan besok pagi jam 06.00 teng” kata Isah memelas sambil menarik baju Masnya kaya anak SD yang minta dibelikan permen.
“Ya, udah… Mas antar, tapi kalau nanti gak ada Toko yang yang jual sampul metalix gimana?”
“Pasti..ada..” kata Isah kembali semangat. ‘Tio nyebeli’.
Akhirnya Isah dan Surya keliling Jogja dengan motor karena mobilnya baru dipakai ayahya tugas ke luar kota. Sudah jam setengah dua belasmalam, tapi mereka belum juga menemukan sampul yang dimaksud. Kalaupun ada Toko yang buka paling adanya cuma warna merah, biru, hijau.
Setelah berkeliling selama satu setengah jam. Surya teringat pada temannya yang orang tuanya buka Toko Buku dan Foto Copy.
“Mas, punya kenalan yang bokapnya punya Toko Buku dan Foto Copy, tapi ada di Jalan Magelang. Apa kamu mau coba ke sana?” tanya Masnya.
“Yah, udah gak apa-apa asal dapat” kata Isah mulai kedinginan walaupun sudah memakai jaket. Motor Ninja Surya pun melaju menuju Jalan Magelah km 34.
“Akhirnya sampai juga” kata Surya sambil memarkirkan motornya.
“Tapi udah tutup, Mas” kata Isah.
“Gampang, sebentar…” Surya mengeluarkan Hpnya dan mulai mencari nomor sahabatnya Dedi.
“Hallo..”
“Ya, Hallo ini siapa ya!
“Di, ini aku Surya. Kamu sekarang ada dimana?”
“Heh, apa kabar Sur, lama gak ketemu. Ada apaan? Aku sekarang lagi ada di Toko. Emang kamu mau kesini?” tanya Dedi.
“He..eh. Sekarang aku lagi sama adikku di depan Tokomu. Kamu bisa gak bukain tokomu. Adikku ada perlu nih!” kata Dedi.
“Yoi, udah dulu ya, aku bukakan pintu samping aja ya.”
“Thanks..ya..” Surya memutus telponnya. Toko Dedi memang besar. Tokonya ada dua lantai. Lantai dasar untuk Foto Copy dan lantai atas Toko Buku.
“Sur, masuk!” kata seorang cowok dari pintu samping yang pastinya bernama Dedi.
“Mas Surya, Mas Dedi tuh teman Mas dimana. Kok sepertinya Isah belum pernah lihat. Apa… Mas Dedi pernah datang kerumah?” tanya Isah sambil terus berjalan mengekor Surya menuju Toko.
“Mas Dedi tuh teman Mas sewaktu SMA. Dedi dulunya juga ikut PMR dan OSIS seperti Mas. Kalau gak salah Dedi udah pernah datang ke rumah, tapi kamunya pas Pramuka.” Kata Surya.
“He..Sur..dah lama banget aku gak ketemu? Gimana kamu udah kelar belum kuliahnya calon Pak Dokter Gigi…” kata Dedi sambil merangkul sahabatnya.
“Ini pasti Isah, yang dulu sering merengek-rengek minta dibelikan komik shinchan?” kata Dedi sambil menjabat tangan Isah.
“Gimana kabar kamu Ded ?”
“Kalau aku sih, jelas baik. Apalagi insya Allah seminggu lagi aku mau merrid sama Brita. Rencananya aku mau kerumahmu ngundang kamu! Eh tahunya malah kamu yang kesini”
“Merrid, apa sekarang kamu udah kerja. Apa kamu sudah selesai kuliahnya?” tanya Surya gak percaya.
“Ya, udahlah. Aku sekarang yang megang Toko ini. Kuliahku udah kelar sejak setengah tahun yang lalu” jawab Dedi sambil menyalakan lampu toko. Memang Dedi orangnya ulet dan punya otak jenius. Jadi wajar aja kalau dia sudah lulus kuliah dari fakultas Ekonomi UGM. Sedangkan Surya sekarang baru mau skripsi. Karena pusing mencari judul untuk skripsinya Surya malah pulang ke Jogya.
“Katanya adikmu ada perlu?” tanya Dedi.
“Iya, diakan sekarang lagi Mos dan disuruh cari sampul yang warnanya Metalix.” Kata Surya. Isah pun hanya mengekor Masnya karena dia udah ngantuk abis. Wajarlah diakan baru anak SMA kelas satu. Sedangkan Dedi sama Surya sudah terbiasa melek sampai malam. Jam 01.00 pagi.
“Macam-macam aja Mos jaman sekarang ini…Eh..nggak juga deng. Jaman kita dulu. Adik kelas, kita suruh bawa bopen yang merknya apa aku lupa. Dan yang bisa bawa hanya 10 orang…” kata Dedi sambil tertawa mengingat masa-masa jadi OSIS di SMA 33. Surya pun ikut tertawa mengingat masa-masa itu.
“Apa tadi warnanya..?”
“Metalix….” Jawab Surya. Isah sudah gak bisa lagi menahan kantuknya, diapun tertidur di sofa rumah Dedi sebelum masuk toko. Rumah Dedi memang menjadi satu dengan tokonya. Hanya saja rumahnya berada dibelakang toko.
“Eh..mana Isah?” Surya baru sadar kalau adiknya gak ada dibelakangnya.
“Tuh, udah lelap di sofa” kata Dedi.
“Oh, iya udah ketemu belum sampulnya?” tanya Surya.
“Bentar ya, biasanya kalau warna yang umum tuh ijo,biru,merah, tapi kalau metalix kayaknya langka deh. Tapi bentar aku ingat-ingat..” Kata Dedi sambil mencari-cari.
“Oh, iya…ada-ada. Barangnya baru kemarin diantar, soalnya itu adalah sempel dari Perusahaan Bokap yang ada di Bandung warnanya nyleneh-nyleneh ada sampul silver, coklat, dll tapi masih ada di gudang.”
“Boleh, aku ikut!” tanya Surya.
“Ya, bolehlah. Ngapain gak boleh, tapi gudangnya ada di belakang rumah.”
“Gak apa-apa, asal barangnya ada. Soalnya kasihan Isah dia juga belum ngerjain tugas buat Surat Pernyataan.” Kata Surya.
“Eh, ngomong-ngomong adikmu sekarang sekolah dimana?” tanya Dedi sambil berjalan menuju gudang.
“Ya, di SMA 33-lah kaya kita. Emangnya kenapa?” tanya Surya.
“Enggak ada apa-apa sih. Tapi adikku juga sekolah disana. Kalau gak salah dia juga aktif berorganisasi.”
“Si Didit maksudmu?”
“Ya iyalah aku kan cuma punya satu orang adik?” jawab Dedi.
“Dia sekarang ikut kamu di toko apa ikut Nyokap di Kauman?” tanya Surya.
“Ikut aku, tuh kamarnya!” kata Dedi sambil menunjuk sebuah kamar.
Akhirnya sampai juga mereka ke gudang.
“Nih, sampulnya” kata Dedi sambil menyerahkan sampul warna metalix sebanyak tiga lembar.
“Kurang gak?” tanya Dedi.
“Udah cukup. Tapi aku boleh minta yang silver gak?”
“Ya bolehlah. Nih” Dedi menyerahkan sampul berwarna silver kepada Surya.
“Apa mungkin yang nyuruh Isah itu didit ya! Soalnya warna itu baru mau keluar dan yang tahu baru aku dan didit”
“Kayaknya bukan Didit, tapi siapa…gitu aku lupa!”
“Ya.. udah kalau bukan Didit, soalnya kalau Didit, mau aku suruh ngerjain adikmu habis-habisan!”
“Apa kamu bilang..”
“He..bercanda-bercanda…”
“Thanks ya atas semuanya, jadi berapa nih?”
“Tujuh puluh ribu.”
“Mahal banget Ded?”
“Yah kamu itu cuma sampul aja tanya berapa harganya. Ambil aja.”
“Matur nuwun, Mas Dedi sing bagus”
“Sami-sami”
Setelah selesai dari gudang. Surya langsung membangunkan Isah. Kemudian kembali kerumah.
Sampai dirumah,. Masnya langsung tidur. Dan sekarang tinggal Isah sendiri yang bergadang dikamarnya membuat surat pernyataan yang akhirnya jadi juga saat adzan subuh berkumandan. Isah menganbil air wudhu dan sholat. Selesai sholat Isah ketiduran di sajadah masih dengan mengenakan mukena.
“Sur..bangunin adikmu. Suruh turun udah jam setengah enam mau kesekolah nggak!” suruh Bu Trisno.
“Nggeh Bu,” sahut Surya sambil berlari menuju kamar Isah.
“Tok..Tok..”
“Heh, bangun udah siang mau sekolah gak.”
“He eh..bentar lagi masih ngantuk” jawab Isah sambil tidur.
“Udah jam setengah enem dodol. Katanya harus nyerahin tugas jam enam.”
“Hah jam setengah enam, nyerahin tugas” Isah kembali teringat bahwa hari ini dia harus nyerahin tugas jam enam teng.
“Kenapa Mas baru bangunin aku sekarang” teriak Isah sambil melepas mukenanya dan langsung mandi bebek. Ganti baju. Masukin semua tugas dan turun.
“Makan dulu Sah!” suruh bu Trisno.
“Gak sempet, bu udah jam enam kurang sepuluh. Nanti Isah telat!”
“Mas.. Mas Surya, anterin Isah ya, udah telat nih!” teriak isah sambil minum segelas susu.
***
Isah sampai di ruang OSIS jam enam kurang 30 detik. Di sana sudah ada Tio yang sedang membaca buku sendirian.
“Selamat pagi” sapa Isah.
“Ini tugasnya Kak!” kata Isah agak keki karena salamnya gak di jawab.
“Hm…taruh dimeja?” jawab Tio tanpa menoleh dari buku yang dibacanya.
“Permisi kak… selamat pagi” Isah beranjak meninggalkan ruang OSIS yang masih sepi.
“Sebentar…..” kata Tio tiba-tiba.
“Kamu dapat dari ini?” tanya Tio.
“Dari Toko Buku dan Foto Copy kak” jawab Isah.
“Maksudnya Toko mana…” tanya Tio menyelidik. Karena dia yakin belum ada Toko yang menjual sampul seperti itu.
“Ya pokoknya dari toko. Emang perlu disebutin nama tokonya segala!” jawab Isah mulai naik pitam.
“Ditanya baik-baik kok jawabnyan marah-marah.” Kata Tio kembali membaca buku dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Isah kembali kekelasnya. Tapi belum ada satu orang pun yang datang kecuali para senior. Jadinya dia memutuskan untuk jalan-jalan mengelilingi sekolah barunya. Ternyata di lapangan basket dibuat panggung kecil untuk pentas seni nanti siang. Setelah capek berkeliling Isah duduk-duduk di serambi Mushola At-Takwa. Matanya tertuju pada buku yang tergeletak di rak sepatu. Isah pun menghampiri buku yang tergeletak di rak sepatu.
“Buku apaan nih, kayaknya bagus!”
“Ada pemiliknya, nggak ya..?” kata Isah sambil melihat disekeliling mushola. Dan dia melihat sepasang sepatu ada di samping rak sepatu.
“Kok, nggak ada orangnya, apa yang punya lagi sholat diatas ya” pikir Isah. Memang mushola At-Takwa terdiri dari dua lantai. Lantai bawah hanya sebatas serambi dan biasanya untuk pengajiaan-pengajian. Sedangkan lantai atas untuk sholat.
“Kalau gitu, aku baca dulu ah. Pinjamnya nanti kalau orangnya udah selesai sholat Dhuha.” Pikir Isah. Isahpun mengambil buku bersampul hijau itu dan membacanya di serambi mushola.
Isah membaca buku yang berjudul ‘Kambing Jantan’ karya Radit sampai halaman 33. Isinya gokil abis. Kadang Isah senyum-senyum sendiri atau malah tertawa ngakak.
Tio yang baru selesai sholat Dhuha turun dan mencari-cari buku yang tadi di diletakkan di rak sepatu. Setelah memakai sepatu, Tio melihat Isah yang sedang asik membaca bukunya. Tio pun menghampiri Isah yang berada di serambi Mushola.
“Gokil banget gak isinya?” tanya Tio.
Kontan aja Isah kaget mendengar suara Tio.
“Eh, sorry ini bukunya!” kata Isah takut karena kaget.
“Kamu suka, sama isinya?” tanya Tio sambil senyum.
“Hm…suka!” jawab Isah sambil menyerahkan buku yang tadi dibacanya dan bersiap-siap kabur dari serambi. Karena sebentar lagi dia pasti akan dapat semprot karena pinjam buku gak izin dulu. Isah sudah membayangkan wajah Tio marah-marah, matanya melotot. Isah merasa di hadapannya ada srigala yang sedang menganga melihat santapannya.
“Kalau kamu suka, kamu boleh bawa buku itu kok. Aku udah selesai bacanya. Tapi jangan lupa dikembalikan. Isinya gokil abis lho..rugi kalau gak baca!” kata Tio sambil menyerahkan kembali buku ‘Kambing Jantan’ kepada Isah.
“Hah……apa aku gak salah dengar” kata Isah. ‘Si Cepak kok jadi baik gini, apa aku gak lagi mimpi’.
“Apa kamu gak suka, kalau gak suka ya udah!”
“Eh,…suka..suka…”kata isah kemudian sembari menerima buku yang disodorkan oleh Tio. Isah gak bisa bohongin diri sendiri, kalau isi buku tadi memang bagus banget.
“Thanks..ya!”
“Yoi. Oh, iya ngomong-ngomong tadi kamu dapat dari mana sampul ungu mudanya?” tanya Tio sambil berjalan disamping Isah menuju lapangan basket yang telah disulap jadi panggung mungil.
“Oh, itu. Aku dapatnya di Toko di jalan Magelang km 34!” jawab Isah yang masih bertanya-tanya kenapa Cepak tanya itu lagi.
“Kamu dapat di Toko D&D ya!” tebak Tio.
“Gak tahu ya, soalnya udah malem banget jadinya aku gak begitu merhatiin apa nama tokonya!” jawab Isah sambil bertanya-tanya dalam hati. ‘Kok Cepak jadi bersahabat gini, apa dia tadi lagi salah minum obat’. Tapi Isah menepis pikirannya barusan. Karena kalau nanti dia tanyakan pada Tio. Bisa-bisa Tio jadi srigala lagi.
“Oh, gitu ya?”
“Eh, udah dulu ya. Aku harus kembali ke ruangan OSIS!” kata Tio sanbil berlari menuju ruang OSIS. Sebenarnya Tio masih ingin ngobrol banyak sama Isah tapi karena dia takut ketahuan teman-temannya dia memilih menyudahi bincang-bincangnya dengan Isah.
“Hah, udah jam 06.53. Aku harus segera kembali ke kelas.” Isah berlari menuju ke kelasnya sambil memegang erat buku yang dibawanya.
***
Pentas seni pun usai. Isah dan siswa lain menuju ruang OSIS untuk melihat pengumuman hasil seleksi Tonti.
Ya Allah, di depan ruang Osis udah banyak orang yang berdesak-desakan. Di sana Isah melihat Iwin loncat-loncat.
“Masuk ya Win?” tanya Isah bosa-basi. Karena Isah sudah gak kaget lagi kalau Iwin bisa masuk seleksi.
“Yoi” jawab Iwin sambil mengguncang tubuh Isah karena terlalu senang.
“Kalau, kamu gimana Sah?” tanya Iwin setelah sadar kalau sahabatnya terlihat murung.
“Hm, kayaknya aku gak masuk deh Win!”
“ah, gak mungkin” Iwin pun mulai menerobos gerombolan orang yang ada didepannya dan mencari-cari nama Isah.
“Sah, Sah,…ada..nama kamu ada!” teriak Iwin.
“Hah, mana….” Isah menuju ketempat Iwin.
“hah, benar nama ku” kata Isah kaget plus senang.
“ya, iyalah ISAH kelas satu Dhe” kata iwin.
“Benar memang namaku” kata isah sambil melototin papan pengumuman.
“emangnya tadi kamu cari nama kamu di sebelah mana?” tanya Iwin.
“disitu” jawab isah menunjuk papan pengumuman yang ada di samping kiri.
“ya, jelas aja. Gak ada nama kamu disitu. Lha, itu kan papan pengumuman buat tonti putra’ kata Iwin geleng-geleng kepala.
“Masa sih,!” kata Isah sambil mengumam.
“Bagi yang sudah masuk anggota Tonti, mulai besok setelah pulang sekolah latihan di lapangan upacara. Bawa handuk good morning, topi, papan nama dada, punggung, lengan, dan kaki. Dan jangan lupa bawa air gula jawa dan bekal makan siang. Untuk semuanya diharap sholat dhuhurnya pada waktu istirahat ke-2. Pulangnya jam kurang lebih jam lima sore. Tidak ada siaran ulang. Paham.!”
“Woih sore amat!” komentar Iwin.
“He eh..padahal kalau kemaleman, bisa-bisa gak dapat bus!” kata Isah.
Aku belum boleh naik motor ke sekolah. Dan aku harus naik bus ke sekolah sampai aku kelas 2 SMA. Padahal, dirumah ada motor. Tapi karena Ibu khawatir nanti terjadi apa-apa padaku, jadinya aku gak boleh naik motor ke sekolah.
Kalau Iwin sih antar jemput pakai mobil. Kalau aku mau barengan bapak, jelas gak bisalah arahnya berlawanan. Aku ke barat,bapak ke timur. So, solusinya ya, naik bus bisa senggol-senggolan sesama penumpang. He…He…
Aku pun menuju gerbang sekolah bersama Iwin. Ternyata aku sudah ditunggu Mas Surya. “Udah dulu ya, aku udah ditunggu Mas tuh” kata Isah sambil berlari menuju ke tempat Surya parkir motor.
“Kok tumben Mas mau jemput Isah”
“Eh..dijemput kok malah rewel, apa mau mas tinggal nih!”
“Eh…gak..gak…bisa hemat dua ribu nih gak usah naik bus” kata Isah
“Oh, iya ngomong-ngomong kamu kenal gak sama senior yang namanya Didit. Dia adiknya teman Mas. Katanya juga sekolah di SMA 33 juga.”
“Apa dia juga ikut nge-MOS kata?” tanya Isah.
“Ya, iyalah!”
“Orangnya lumayan cakep lho, nanti Mas kenalin deh.!” Kata Surya menggoda Isah.
“Apaan sih,!!
“Oh, iya besok malam Minggu ikut Mas ke Pesta Pernikahannya Dede ya! Di Ambarukmo Hotel! mau ya..!!!
“Hm..ogah ah, pasti nanti mas ngobrol sama teman mas trus Isah dicuekin. Kan gondok gak punya teman.” Kata isah.
“Nanti kamu nyesel lho gak ikut, disana pasti banyak cowok-cowok cakep. So, kalau Mas tinggal untuk ber-say hello sama teman-teman Mas! Kamu juga bisa bersay hello sama cowok-cowok disana! Gimana? Mau ikut kan! Oh, iya nanti kamu bisa makan es krim segenthong kalau kamu mau He..he…!!
“Alah, Mas ngrayu-ngrayu kaya gitu pasti ada maunya? Hayo! Pasti Mas udah cari pasangan kesana-kesini gak dapat terus ngajakin Isah deh! Biar gak ketahuan kalau Mas Uyo belum juga punya gandengan! Tebakan Isah pasti bener! Ya..kan..?”
“He..heee..tau aja kamu Sah!” jawab Suryo cengengesan. Sebenarnya Suryo udah punya gebetan, tapi sekarang dianya lagi ada di Bandung. Padahal, dia udah naruh hatinya hanya pada Kirly seorang. Satu SMA juga dulu, dan sekarang dia juga kuliah di Bandung. Tapi, perasaan itu hanya terpendam dalam hati saja, namun baru diusia 22 tahun dia baru mulai PDKT (lelet banget gak sih,..jadi cowok). Dulu kalau dia mau nembak Kirly, Suryo takut kalau nanti ditolak, dan rencananya nanti setelah balik ke bandung Suryo mau ngungkapin semua isi hatinya. Dia sudah siap mental mau diterima atau ditolak.
“Mas…Mas…mampir ke Mie Ayam lapangan dulu ya! Isah lapar nih,!”
“Mas..! Denger gak sih!” Isah memanggil Masnya sambil menabok punggungnya.
“Apa…Ya..ya..”
“ya..ya..apanya?”
“Hm…ya deh! Sorry…sory..kamu tadi bilang apaan?”
“makanya kalau ada orang ngomong tuh didengerin dong! Isah lapar nih. Mampir dulu ke Mie Ayam lapangan ya?”
“Yoi mas juga udah kangen sama Mie buatannya Bang Djenaidi!” Mie Ayam lapangan adalah tempat makan faforit Isah dan Masnya dulu. Karena Masnya udah kuliah, Isah jarang makan mie ayam lapangan lagi. Tahu gak kok namanya Mie Ayam lapangan. Karena jualannya ada di sebelah utara lapangan yang pada hari-hari tertentu lapangan tersebut digunakan untuk upacara-upacara memperingati hari-hari bersejarah seperti sumpah pemuda dll. Walaupun jualannya di lapangan dan hanya ada dua meja panjang,Mie ayam bang djenaidi tetap nomor satu dilidah Isah dan Suryo.
“Mie Ayam dan es jeruknya dua!” pesan Suryo.
“Kering, biasa atau jumbo?” tanya bang Djenaidi.
“Biasalah…satu kering satunya…..”
“Satunya jumbo dan kuahnya banyak. Ya kan mas suryo?” potong bang Djenaidi sambil bersalaman sama Suryo.
“Kok, abang masih ingat sih”
“Ya..iyalah..masa abang lupa sama langganan abang yang satu ini.” Kata bang Djenaidi sambil melanjutkan meramu mie ayam.
Isah dan Suryo seperti biasanya duduk di meja depan dekat grobak mie. Untungnya hari ini tak begitu banyak anak-anak sekolahan yang makan mie ayam. Tapi gak sedikit juga sih, setiap ada yang selesai makan pasti ada yang datang dan seterusnya. Tapi untungnya Isah dan Suryo bisa duduk di tempak kesayangan mereka.
“Sah, habis ini kita nanti ke butiknya Tante Yunar ya! Beli gaun dan jas untuk malam minggu nanti?”
“Gaun….hah..” Isah sampai tersedak. Dia lupa kalau ke pesta pernikahan harus pakai gaun, sedangkan dia gak pernah pakai gaun. Pernah sih, Isah pakai gaun, itu pun dipaksa oleh Ibunya karena waktu itu ulang tahunnya Suryo yang ke-17. Padahal dia udah mencak-mencak gak mau pake, tapi ya…pake juga akhirnya gaun itu. Apalagi sepatu hak tinggi yang yang harus dipakainya, membuatnya semakin tidak nyaman (gak bisa jalan cepet and malah kesleyo). Hingga akhirya di pesta Masnya yang ke-17 dia hanya duduk di depan kolam renag memandangi bayangan-bayangan lilin yang ada di kolam.
“Hah, Isah gak jadi ikut! Mendingan Isah baca komik apa novel dirumah daripada harus memakai gaun sama sepatu pesta yang norak.
“Hah, pasti kamu takut ya..kalau nanti kamu gak bisa jalan pas pakai sepatu hak tinggi kaya waktu kamu kelas satu SMP dulukan? Ngaku aja deh!!!”
“Ah..itu kan dulu sekarang kan Isah udah SMA. Ngapain takut sama hal gituan!” kata Isah berapi-api padahal sebenarnya dia takut.
“Ya..kalau gak takut, adik Mas ini pasti mau dong nganterin mas besok mlam minggu. Nanti mas panggilkan PMI deh kalau Isah kesleyo lagi? Gimana?”
“Siapa takut”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar